Model Pembelajaran - Mustofa Abi Hamid's Blog

Update

Wednesday, June 23, 2010

Model Pembelajaran

1. Cooperative Learning

Dalam pembelajaran dibutuhkan suatu metode yang tepat untuk membantu siswa meningkatkan aktivitas dan hasil belajar di kelas. Metode pembelajaran merupakan gabungan antara tujuan dan strategi pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran adalah model pembelajaran Cooperative Learning. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir secara kritis, adanya komunikasi antar pribadi dan pemecahan suatu masalah dalam pembelajaran. Metode yang paling dominan dalam Cooperative Learning adalah metode diskusi. Dengan metode ini akan menimbulkan ketarampilan intelektual, melatih komunikasi antar siswa dan keterampilan bekerjasama. Banyak ahli pendidikan mengemukakan secara lugas pengertian pembelajaran kooperatif. Pengertian menurut para ahli tersebut diantaranya adalah: Menurut Karli (2002:70)

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar-
mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam
bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama
yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih.


Model Cooperative Learning digunakan dalam memanfaatkan interaksi siswa dalam kelompok dengan harapan terjadi perubahan pada diri siswa yang mengalami kesulitan belajar karena adanya pengaruh anggota kelompok yang cakap dan berpengalaman. Model pembelajaran Cooperative Learning melibatkan siswa itu sendiri, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam menyelesaikan tugas yang sulit. Selain itu, siswa juga dituntut untuk saling bekerjasama dan saling mengajar sesama siswa lainnya.
Lie (2004:12) menyatakan bahwa
Pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dimana dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.


Cooperative learning berkembang perlahan - lahan dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman-pengalaman pembuatan keputusan kelompok dan keterampilan kepemimpinan dan memberi kesempatan untuk berinteraksi dan belajar dengan siswa-siswa lain dari budaya yang berbeda, dan latar belakang kemampuan.

Kemudian Abdurrahman (1999:122) berpendapat
Pembelajaran kooperatif adalah menampakkan wujudnya dalam bentuk-bentuk belajar kelompok. Dalam belajar cooperatif, anak tidak diperkenankan mendominasi atau menggantungkan diri pada orang lain. Tiap anggota kelompok dituntut untuk memberikan urunan bagi keberhasilan kelompok karen nilai hasil belajar kelompok ditentukan oleh rata-rata hasil belajar individu.
Model Cooperative Learning akan menciptakan suasana kompetisi di dalam belajar. Setiap kelompok tentunya ingin menjadi yang terbaik diantara kelompok-kelompok yang lain.

Unsur-unsur pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning , mengandung lima unsur penting yang harus diterapkan selama proses pembelajaran. Hal ini diungkapkan oleh Roger yang dikutip oleh Lie (2004:31), yaitu:
(a) saling ketergantungan positif (b) tanggung jawab perseorangan
(c) tatap muka (d) komunikasi antar anggota (e) evaluasi proses
kelompok


Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing – masing anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.

Model Cooperative Learning memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota,dan mengisi kekurangan masingmasing. Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi.

Pembelajaran dalam kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah di mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu.

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


Pengertian Jigsaw dalam Cooperative Learning adalah suatu model Cooperative Learning yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lainnya. Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya.( Arrends, 2001 dalam Sudrajad, 2008 )

Dalam belajar Kooperatif tipe Jigsaw ini, siswa bekerja atau belajar dalam kelompok yang heterogen dan beranggotakan 4 sampai 6 orang. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas penguasaan bagian-bagian materi belajar yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok yang mendapat tugas penguasaan materi itu disebut ahli. Keahlian tersebut dapat diperoleh dari menawarkan bagian materi kepada anggota kelompok menurut kemampuan mereka, atau ditunjuk oleh guru sesuai kemampuan mereka. Anggota dari kelompok yang berbeda dengan topik yang sama (ahli) bertemu untuk berdiskusi antar ahli. Mereka dapat saling membantu satu sama lain tentang topik yang ditugaskan, serta mendiskusikannya. Setelah itu siswa (kelompok ahli) ini kembali pada kelompok masing-masing untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya tentang apa yang dibahas dan dipelajari dalam kelompok ahli. (Sudrajad:2008)

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Lie, 1994).



Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut
Kelompok Asal











Kelompok Ahli
Gambar 1. Bagan hubungan antar kelompok asal dan kelompok ahli ( Arrends dalam Agustina, 2006 )


Masing-masing anggota kelompok asal bertemu dalam diskusi kelompok ahli untuk membahas materi yang ditugaskan. Setelah selesai berdiskusi dalam kelompok ahli, kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan pada teman satu kelompoknya. Dalam hal ini, Jigsaw didesain tidak hanya untuk meningkatkan rasa tanggung jawab secara mandiri, tetapi juga dituntut untuk saling ketergantungan dalam arti positif terhadap teman satu kelompok.

Dalam pembagian kelompok belajar ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kelompok-kelompok tersebut.
Menurut Kunandar (2007:343)
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah:
1. Siswa dibagi kedalam kelompok kecil yang beranggotakan 4- 6 siswa ( kelompok asal ).
2. Guru membagikan materi kepada siswa sesuai dengan kemampuan akademik siswa.
3. Masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan materi yang berbeda-beda dan memahami informasi di dalamnya.
4. Para anggota dari kelompok yang berbeda dengan topic yang sama bertemu untuk diskusi ( kelompok ahli ).
5. Dalam kelompok ahli siswa ditugaskan agar belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan materi yang menjadi tanggung jawabnya.
6. Para anggota kelompok ahli ditugaskan untuk memahami materi yang menjadi tanggung jawab mereka.
7. Apabila tugas sudah selesai dikerjakan dalam kelompok ahli, kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok laintentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada kelompok ahli.
8. Setelah menyelesaikan tugas masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi.
9. Guru memberikan penguatan dan pemantapan materi kepada siswa agar siswa memperoleh konsep-konsep yang relevan dari materi yang dipelajari.

Maka dalam penelitian ini tahapan-tahapan pembelajaran dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw disesuaikan dengan penjelasan di atas. Langkah-langkah pembelajaran ini juga digunakan untuk membuat lembar observasi pengelolaan pembelajaran dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw.

C. Aktivitas siswa

Dalam kegiatan belajar, aktivitas memegang peranan penting karena aktivitas sangat menunjang prestasi belajar. Sardiman (1994 : 95) menyatakan bahwa :

Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, itu tidak mungkin akan berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berpikir, membaca, dan segala sesuatu yang menunjang prestasi belajar.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku sehingga orang yang sebelumnya tidak tahu setelah belajar menjadi tahu. Dengan demikian orang yang belajar dapat membuktikan pengetahuan tentang fakta-fakta baru atau dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan.

Berdasarkan pada aspek aktivitas yang relevan dalam proses pembelajaran menurut Memes (2001: 38), indikator aktivitas dalam penelitian ini meliputi :
a. Interaksi siswa selama proses pembelajaran dalam kelompok heterogen.
b. Keberanian siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapat.
c. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran.
d. Motivasi dan semangat dalam proses pembelajaran.
e. Interaksi antar siswa selama proses pembelajaran.
f. Hubungan siswa dengan guru selama proses pembelajaran.


Sekolah sebagai salah satu pusat kegiatan belajar merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis kegiatan yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas belajar meliputi aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar dua aktivitas tersebut saling terkait, sehingga dalam pembelajaran, peserta didik diharapkan mempunyai keserasian antara aktivitas fisik dengan aktivitas mental yang dilakukan sehingga akan menghasilkan pembelajaran yang optimal.

Mengenai jenis-jenis aktivitas belajar ini, Sardiman (2004: 100) mengutip pendapat Diedrich yang menggolongkan kegiatan belajar siswa sebagai berikut :
(a) Visual activities mencakup : membaca; (b) oral activities mencakup : menyatakan, merumuskan, bertanya, mengeluarkan pendapat, diskusi; (c) Listening activities mencakup : mendengarkan; ...(f) motor activities mencakup kegiatan melakukan percobaan ....


Dari uraian Diedrich aktivitas siswa selama proses pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan belajar siswa. Untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa, metode yang digunakan adalah pedoman Memes (2001:36) sebagai berikut :
Bila nilai siswa ≥ 75,6, maka dikategorikan aktif. Bila nilai siswa < 75,6 dan ≥ 59, 4 maka dikategorikan cukup aktif. Bila nilai siswa < 59,4 maka dikategorikan kurang aktif.


Seseorang dikatakan aktif belajar jika dalam belajarnya mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan tujuan belajarnya, memberi tanggapan terhadap sesuatu peristiwa yang terjadi dan mengalami atau turut merasakan sesuatu dalam proses belajarnya. Proses belajar mengajar tidak akan tercapai begitu saja tanpa diimbangi dengan aktivitas belajar. Karena keberhasilan kegiatan pembelajaran ditentukan oleh bagaimana kegiatan interaksi dalam pembelajaran tersebut, semakin aktif siswa dalam pembelajaran, maka semakin banyak pengalaman belajar yang akan diperoleh siswa dan tujuan pembelajaran akan tercapai. Aktivitas siswa merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran.
Sardirman (2001:95) menyatakan bahwa
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.


Belajar merupakan suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif. Belajar juga dipahami sebagai perilaku , pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya jika ia tidak belajar, maka responnya menurun.


Selama kegiatan belajar, aktivitas merupakan prinsip yang penting. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas, karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan fisik dan mental yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan adanya perubahan dalam dirinya yaitu penambahan pengetahuan yang bersifat permanen. Dalam kegiatan belajar antara aktivitas fisik dan mental harus saling terkait agar diperoleh aktivitas belajar yang optimal

Seperti dikemukakan oleh Rohani (2006:6)
Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran. Dan untuk memperoleh hasil pengajaran yang optimal kedua aktivitas tersebut harus mempunyai hubungan yang erat.


Klasifikasi aktivitas seperti di atas, menunjukkan bahwa aktivitas itu cukup kompleks dan bervariasi. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan oleh siswa, maka siswa akan semakin memahami dan menguasai materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa akan memperoleh hasil belajar yang maksimal. Tetapi jika siswa kurang dalam melakukan aktivitas belajarnya, maka hasil belajar yang diperoleh siswa kurang maksimal. Dengan demikian, aktivitas belajar yang kurang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa.


D. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu pencapaian usaha belajar yang dilakukan siswa dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman siswa. Menurut Marsell (1995: 27 ) Hasil belajar adalah pemahaman, pengertian, atau wawasan.
Sementara itu, menurut Lester dalam Sagala ( 2007:1)
Belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap belajar. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi kembali materi yang dipelajarinya .

Ketercapaian suatu tujuan pembelajaran salah satunya dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh oleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Hasil belajar siswa merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu materi yang disampaikan. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil jika hasil belajar yang diperoleh oleh siswa dapat meningkat atau mengalami perubahan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Abdurrahman (1999:37) bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Dimyati dan Mudjiono (2002:3-4) berpendapat bahwa
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

Dari pernyataan diatas hasil belajar adalah hasil dari sebuah interaksi yang tidak lain merupakan aktivitas. Baik aktivitas guru dengan siswa, maupun siswa dengan siswa.

Perlu ditambahkan, menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:12)
Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam nilai raport dan angka dalam ijazah. Sedangkan dapak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain yang merupakan transfer belajar.

Berdasarkan pendapat di atas lingkup kajian penelitian ini hanya berupa hasil belajar berupa ranah kognitif dan psikomotor berupa aktivitas yang dimiliki oleh siswa pada mata pelajaran Fisika.


E. Kerangka Pemikiran

Model Cooperative Learning tipe Jigsaw merupakan salah satu tipe belajar yang menempatkan siswa dalam kelompok belajar kecil.Tipe Jigsaw menuntut siswa bekerja atau belajar dalam kelompok yang heterogen dan beranggotakan 4 sampai 6 orang. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas penguasaan bagian-bagian materi belajar yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompoknya. Anggota dari kelompok yang berbeda dengan topik yang sama (ahli) bertemu untuk berdiskusi antar ahli. Mereka dapat saling membantu satu sama lain tentang topik yang ditugaskan, serta mendiskusikannya selama kira-kira 20 menit. Setelah itu siswa (kelompok ahli) ini kembali pada kelompok masing-masing harus menjelaskan kepada anggota kelompok mereka tentang apa yang dibahas dan dipelajari dalam kelompok ahli. Kemudian pada akhir pembelajaran diadakan kuis atau tes guna mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran. Selain itu ada penghargaan bagi kelompok yang memiliki kualitas kerja kelompok atau nilai/skor tertinggi.

Dalam pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw ini guru bukanlah lagi sebagai aktor utama dalam pembelajaran melainkan sebagai fasilitator. Siswa tidak lagi hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru. Melainkan siswa berperan aktif dalam pembelajaran, siswa dapat mengemukakan pendapatnya di dalam kelompok masing-masing, siswa mampu bekerja kelompok, mampu bertanggung jawab dan lain-lain.

Dalam pembelajaran ini tidak membedakan mana siswa yang cerdas dan tidak cerdas, seluruh siswa dianggap sama, mereka dituntut mampu mengemukakan pendapatnya di dalam kelompok mereka masing-masing, jadi tidak ada lagi siswa yang mendominasi di dalam kelompok tersebut. Dan tidak ada lagi adanya kesenjangan antar siswa karena semuanya saling berinteraksi satu sama lainnya. Seluruh siswa dituntut aktif dalam pembelajaran. Siswa yang pandai dapat memberi masukan bagi temannya yang berkemampuan rendah dan siswa yang berkemampuan rendah memperoleh banyak keuntungan belajar dengan rekannya yang pandai.

Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas berarti semakin aktif siswa dalam pembelajaran maka semakin besar pula kemungkinan baiknya hasil belajar. Keaktifan siswa dalam pembelajaran berarti mereka memiliki banyak pengalaman belajar, banyak pengalaman belajar memungkinkan siswa mampu menguasai konsep materi yang dipelajari, yang memberikan imbas meningkatnya hasil belajar siswa
Berdasarkan uraian di atas dengan adanya pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dimungkinkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa.

---------------------------------------------------------------------
MUSTOFA ABI HAMID
Excel Group
BPH Masjid Al-Wasi’i Unila
Jl.Sumantri Brojonegoro no.13 Gedung Meneng PostCode:35145
Bandar Lampung - Indonesia
Phone: (0721) 783044.
HP. : 0857.6837.3366
e-mail: abi.sma4@gmail.com
abi.unila@yahoo.co.id

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad