Pernahkah Anda mendengar kisah iblis yang
diusir dari surga?. Ya, iblis terusir dari surga-Nya karena ulah dirinya yang
sombong, takabbur, dan congkak tidak mau melaksanakan perintah Allah SWT untuk
sujud guna menghormati makhluk ciptaan Allah yang bernama Adam yang
diciptakan-Nya dari tanah liat. Semua makhluk tunduk dan patuh terhadap
perintah Allah untuk sujud menghormati Adam yang kelak sebagai khalifah di muka
bumi. Lantaran iblis yang diciptakan dari api merasa dirinya lebih baik, tak
ayal membuatnya sombong dan menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam,
sehingga menyebabkannya terusir dari surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan.
Sekelumit kisah tersebut menyuratkan
bahwa betapa bahayanya sifat sombong dan betapa buruknya akibat yang
ditimbulkan dari sifat sombong tersebut. Dalam Al-Qur’an banyak kisah tentang
sombongnya makhluk yang bernama “manusia” ini. Seperti yang termaktub dalam
Q.S. Al-Lahab: 1-5, yang mengisahkan paman nabi Muhammad yang dengan
terang-terangan menentang dakwah nabi dan dengan kesombongannya itu menyebabkan
kelak dirinya akan dimasukkan ke dalam neraka yang bergejolak. Kisah lain
termaktub dalam Q.S. Al-Qoshosh: 78 yang mengisahkan Qorun yang kaya raya namun
dengan kekayaannya ia merasa sombong dan tidak menjadikannya dekat malah
menjauh dari Allah SWT. Qorun dengan sombongnya mengatakan bahwa “sesungguhnya
aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku”. Maka
Allah pun “menenggelamkannya” ke dalam perut bumi beserta seluruh harta bendanya
yang tak terhitung lagi nilainya. Hingga saat ini, jika ada orang yang
menemukan harta dari dalam tanah/terpendam akan menyebutkannya sebagai “harta
karun” atau hartanya si Qorun yang sombong ini.
Lalu, mengapa manusia sebegitu
sombongnya? Karena memang sombong ini merupakan penyakit yang mudah
menghinggapi dan menjangkiti hati manusia. Padahal, hanya Allah sematalah yang
berhak sombong. Makhluk yang memiliki sifat sombong tersebut sangat jauh dari
sikap mengharapkan rahmat dan ridho Allah SWT. Bahkan yang terjadi malah
semakin menjauhkannya dari sang Kholiq.
Sifat sombongnya
manusia dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang pernah
disampaikan oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauzi, diantaranya:
11. Semakin bertambah ilmunya, makin
bertambah pula kesombongannya.
Tak dapat dipungkiri, seseorang dengan keilmuan yang tinggi merasa dirinya paling tahu segalanya, paling benar, paling pandai, paling mengerti segalanya dan merendahkan/meremehkan orang lain, serta merasa sombong dengan keilmuan yang dimilikinya. Hal ini sudah banyak dijumpai di lingkungan kehidupan kita. Bahkan tidak sedikit orang dengan kepintarannya untuk menipu orang lain ( dalam istilah Jawa “pinter nanging minteri wong liyo” ). Ilmu padi makin tua makin merunduk dengan filosofinya kini sepertinya sudah tidak ditiru lagi . Semoga kita dengan hati yang mudah-mudahan bersih dan suci terhindar dan menjauhkan diri dari sifat sombong ini.
Tak dapat dipungkiri, seseorang dengan keilmuan yang tinggi merasa dirinya paling tahu segalanya, paling benar, paling pandai, paling mengerti segalanya dan merendahkan/meremehkan orang lain, serta merasa sombong dengan keilmuan yang dimilikinya. Hal ini sudah banyak dijumpai di lingkungan kehidupan kita. Bahkan tidak sedikit orang dengan kepintarannya untuk menipu orang lain ( dalam istilah Jawa “pinter nanging minteri wong liyo” ). Ilmu padi makin tua makin merunduk dengan filosofinya kini sepertinya sudah tidak ditiru lagi . Semoga kita dengan hati yang mudah-mudahan bersih dan suci terhindar dan menjauhkan diri dari sifat sombong ini.
2. Semakin bertambah amal ibadahnya, makin bertambah pula sombongnya.
Tak ayal, fitrah manusia yang ingin selalu dipuji oleh orang lain kerap kali membawa masalah lain yang tak kalah bahayanya. Bagaimana tidak, manusia yang banyak amal ibadahnya namun masih saja merendahkan orang lain, dan prasangka baik kepada dirinya yang terlalu besar karena amalnya. Tidak sedikit pula yang banyak beribadah namun tergelincir kepada sifat riya’ lantaran niatnya. Tidak sedikit pula yang banyak amal ibadahnya namun belum mampu menghilangkan kesombongan dalam hatinya. Semoga kita tidak termasuk dalam tipe manusia seperti ini.
3. Semakin dewasa/tua usia, makin bertambah pula kerakusan dan keserakahannya.
Hal ini banyak kita dapati dalam kehidupan sehari-hari. Coba kita renungkan sejenak, banyak sekali orang yang semakin dewasa, semakin tua bukannya semakin bijak namun sebaliknya makin menjadikannya rakus, tamak, dan serakah. Dalam kasus yang lebih besar, contohnya pelaku korupsi yang dengan rakusnya memakan uang rakyat yang bukan menjadi haknya. Naudzubillahi min dzalik.
4. Semakin bertambah hartanya, makin bertambah pula kikirnya.
Seringkali kita mendapati orang kaya namun bakhil, kikir, pelit, dan sombong pula. Mereka merasa harta yang dimilikinya akan berkurang/habis jika diinfaqkan atau disedekahkan. Padahal, sejatinya ilmu matematika Allah berbeda dengan matematika manusia. Dimana infaq/sedekah akan menjadikan hartanya dan nikmatnya akan ditambah oleh Allah SWT serta keberkahan akan terlimpah pada harta yang kita miliki.
5. Pangkat derajatnya semakin tinggi, makin tinggi pula kesombombongan dan keangkuhannya.
Banyak sekali orang dengan pangkat dan jabatan yang tinggi namun memiliki sifat angkuh, sombong, tidak peduli bahkan kecenderungannya menindas yang lemah. Sungguh, yang demikian ini akan dilaknat oleh Allah SWT.
Manusia hidup di
dunia yang fana ini sungguh tak berguna jika masih bercokol rasa sombong dan
angkuhnya, baik kepada sesama manusia maupun kepada sang Kholiq, Allah SWT. Jalan
hidup di dunia yang hanya sebentar ini, diibaratkan hanya sebatas “mampir
ngumbe” atau mampir minum, ibarat kita singgah sejenak meneguk es di sebuah
kedai yang kemudian melanjutkan perjalanan selanjutnya yang masih panjang
setelah itu, yaitu kehidupan di akhirat kelak. Maka dari itu, tak selayaknya
manusia bersikap sombong. Jauhilah dan hindarilah kesombongan serta perbanyak
bersyukur kelak itu akan mendekatkan kita kepada sang Maha Sombong, sang Maha
Kuasa atas segalanya, yaitu Allah SWT. Semoga dengan memperbanyak rasa syukur,
keikhlasan serta iman dan taqwa akan membawa kita menuju jalan-Nya, yaitu jalan
yang senantiasa dirahmati dan diridhoi oleh Allah SWT. Aamiin yaa Robbal
‘alamiin.
Wallahu a’lam bish showab.
Padang, 28 November 2013
No comments:
Post a Comment