Dilema Subsidi dan Kuota BBM Bersubsidi - Mustofa Abi Hamid's Blog

Update

Thursday, February 14, 2013

Dilema Subsidi dan Kuota BBM Bersubsidi

BBM (Bahan Bakar Minyak) merupakan hasil pengolahan minyak mentah yang dapat diproduksi menjadi avtur, mogas (motor gas) atau yang dikenal dengan bensin, solar, avgas, minyak tanah, termasuk LPG. Dari jenis BBM tersebut yang disubsidi oleh pemerintah antara lain bensin, solar, dan LPG. Bensin dan solar disubsidi untuk memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat sedangkan LPG yang bersubsidi diperuntukkan rumah tangga. Produk BBM bersubsidi tersebut merupakan produk vital yang mempengaruhi perekonomian negara dalam hal ini mempengaruhi harga barang di masyarakat.

Konsumsi BBM yang tinggi serta harga minyak mentah yang kian tinggi disinyalir merupakan faktor penyebab membengkaknya anggaran negara untuk mensubsidi BBM. Berbagai kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak banyak memberikan dampak signifikan baik pada masyarakat maupun penyelamatan anggaran negara yang kerap jebol akibat subsidi BBM berlebihan sehingga sangat membebani APBN. 

Subsidi BBM

Beberapa pakar dan pengamat ekonomi mengatakan bahwa subsidi BBM saat ini sangat membebani APBN dan pada kenyataannya menjadi batu sandungan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan data yang bersumber dari Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 subsidi energi Indonesia lebih besar daripada subsidi non-energi. Subsidi energi dalam hal ini adalah subsidi BBM dan listrik, yang paling tinggi adalah subsidi BBM. Harga minyak mentah dunia yang fluktuatif turut mempengaruhi anggaran negara yang dibebankan untuk pos subsidi BBM. Tercatat tahun 2007 subsidi BBM yang dikeluarkan mencapai 83,7 triliun (16,6 % dari total APBN) , yakni mencapai 2,5 kali lipat subsidi listrik dan non-energi. Angka ini pada tahun 2008 terus merangkak naik hingga 139 triliun (20,1% dari total APBN)  untuk subsidi BBM. Beruntung di tahun 2009 harga minyak mentah dunia turun sehingga dapat menyelamatkan anggaran negara yang cukup signifikan.

Pada tahun 2010, harga minyak mentah dunia kembali naik hingga menyedot dana subsidi BBM sebesar 82,3 triliun (11,8% dari total APBN). Kemudian di tahun 2011 naik cukup tinggi pada angka 165 triliun (18,7% dari total APBN). Pada tahun 2012 mengalami penurunan namun karena kekurangan pasokan BBM dalam negeri pemerintah menambah kuota BBM bersubsidi sebesar 1,23 juta kiloliter pada awal desember 2012, sehingga konsumsi total BBM bersubsidi di tahun 2012 menjadi 45,27 juta kiloliter.

Jika dibandingkan dengan anggaran Pendidikan dan Kesehatan, persentase anggaran subsidi BBM ternyata jauh lebih besar. Dilihat dari konsep pemenuhan kebutuhan masyarakat, jelas bahwa kebutuhan mendasar seperti kesehatan dan pendidikan tentu harus menjadi prioritas utama pemerintah. Ketiganya dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang imbasnya akan memajukan bangsa. Maka dari itu perlu memangkas anggaran subsidi BBM dialihkan ke sektor lain yang lebih urgent seperti pendidikan dan kesehatan. Selain itu, diperlukan infrastruktur transportasi yang memadai dan nyaman sebagai langkah kebijakan dari pengurangan anggaran BBM subsidi tersebut. Masyarakat menengah ke bawah membutuhkan sarana transportasi publik yang murah dan nyaman. Kenijakan seperti itu dinilai lebih memihak kepada rakyat kecil ketimbang pemerintah harus menggelontorkan anggaran yang besar untuk subsidi BBM yang penggunaannya lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas dengan banyaknya mobil pribadi menggunakan BBM bersubsidi.

Poliferasi BBM bersubsidi yang murah ini membuat kemacetan lalu lintas di kota besar. Pasalnya semakin tingginya pertumbuhan mobil pribadi sebagai transportasi yang ikut menggunakan BBM bersubsidi pula. Pemerintah dinilai lebih bijak jika menyediakan transportasi publik yang nyaman dan murah bagi masyarakat, hal ini tentu juga akan mengurangi kemacetan seiring beralihnya transportasi mobil pribadi ke transportasi publik.

Kesadaran masyarakat untuk lebih berhemat menggunakan BBM seefisien mungkin perlu ditingkatkan. Langkah menghemat energi ini untuk kehidupan di masa mendatang  dan meringankan beban negara yang berlebih pada sektor subsidi BBM.

Pembatasan BBM Bersubsidi

Langkah pemerintah untuk melakukan pembatasan BBM bersubsidi patut diapresiasi. Namun kemudian muncul polemik lain yang terjadi di pemerintahan itu sendiri. Kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas milik pemerintah dan BUMN/BUMD masih kacau. Pembatasan BBM bersubsidi dituangkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 1/2012 tentang Pengendalian Penggunaan BBM. Khususnya di Lampung, peraturan itu dipertegas lagi melalui Surat Edaran Gubernur No. 045.2/0208/III.17/2013, kebijakan larangan itu seharusnya berlaku efektif mulai 1 Februari 2013 namun praktiknya masih menemui banyak kendala, pemerintah belum memiliki regulasi yang tegas.

Pemerintah harus tegas dalam menerapkan kebijakan ini terutama pada mobil dinas berplat merah yang belum ditempeli stiker khusus mobil BBM non-subsidi termasuk mobil berplat hitam milik BUMN/BUMD. Masih banyaknya kendaraan dinas milik pemerintah dan BUMN/BUMD ini harus disikapi secara tegas dan proaktif dan niat yang sungguh-sungguh untuk mematuhi aturan tersebut.

Praktik penyelewengan BBM bersubsidi juga harus diantisipasi dan ditindak secara tegas. Pemakai kendaraan dinas milik pemerintah dan BUMN/BUMD yang terbukti melanggar menggunakan BBM bersubsidi harus diberikan sanksi pidana. Sanksi dapat berupa peringatan tertulis, penarikan kendaraan dinasnya, dan yang terakhir dapat menerapkan sanksi sesuai dengan UU Migas No. 22/2001 pasal 55 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan BBM bersubsidi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar. Sanksi ini dapat dipertegas dengan adanya perda, sehingga kebijakan pembatasan BBM bersubsidi ini dapat berjalan dengan lancar tanpa ada penyelewengan dari pihak yang tidak bertanggung jawab.

Masyarakat berharap pemerintah sebagai pelopor kebijakan ini dapat berniat sungguh-sungguh dan melaksanakan kebijakan tersebut untuk menghemat BBM bersubsidi yang semakin membebani APBN. Perlu kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dalam menghemat penggunaan BBM, sehingga langkah pemerintah ini dapat dirasakan manfaatnya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

Mustofa Abi Hamid
Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
Universitas Lampung

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad