Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung
Guru sedang mengajar di kelas |
Berbagai
persoalan pelik yang kerap terjadi di masyarakat berupa penyimpangan sosial menjadi
permasalahan yang cukup membutuhkan perhatian khusus. Persoalan ini tidak hanya
dapat diselesaikan dengan menerbitkan undang-undang atau perda an sich, yang
merupatkan bentuk watak formal penanganan sebuah kasus. Melainkan harus mengacu
pada substansi penyelesaiannya. Pasalnya, berbagai penyimpangan sosial yang
terjadi di masyarakat merupakan candu atau penyakit yang butuh proses cukup
panjang untuk benar-benar mengurangi atau bahkan menghilangkannya dari kehidupan
masyarakat.
Sebut
saja, maraknya perjudian, prostitusi, pesta miras dan narkoba, perkosaan, dan
korupsi yang seolah menjadi masalah yang
tak kunjung selesai dan tuntas karena aktornya terus berganti setiap waktu atau
tahun. Tiap kali petugas yang berwenang menangkap pelaku dan menertibkan
masyarakat, tak berselang lama akan kembali kambuh lagi. Tak terkecuali seorang
guru yang ikut terseret arus pekat (penyakit masyarakat) berupa penyimpangan
sosial.
Beberapa
hari yang lalu santer kabar di media seorang oknum guru di Bandarlampung
tertangkap sedang berada di hotel bersama pasangan gelapnya. Ironi, seorang
yang menjadi teladan bagi siswanya di sekolah malah melakukan tindak asusila.
Kekhilafan bisa saja terjadi pada manusia karena memang manusia merupakan
tempatnya salah dan lupa, namun sangat tidak etis bila yang melakukan kesalahan
berupa tindak asusila itu seorang guru yang seharusnya memberikan teladan sikap
yang baik bukan hanya kepada siswa tetapi teladan bagi masyarakat umum.
Profesi
guru merupakan bagian yang tak luput dari sorotan masyarakat, dimana saat ini
kesejahteraan guru sudah semakin baik dengan adanya tunjangan sertifikasi,
namun di sisi lain peningkatan kualitas pendidikan belum mencapai hasil yang
signifikan. Guru memiliki multi peran dalam membentuk kepribadian siswa. Guru
profesional dapat dipastikan merupakan guru yang multi talenta, memiliki
kemampuan dan kompetensi yang baik, dalam Permendiknas No. 16 tahun 2007
disebutkan kompetensi itu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Seorang guru akan
memerankan seorang pemimpin yang menjaga keadilan sosial dalam perbaikan, atau
seorang polisi dalam menegakkan hukum, atau sesepuh masyarakat yang mengajari
para murid tentang prinsip hidup, nilai, norma yang baik, atau seseorang yang
dijadikan rujukan yang memiliki keahlian, keterampilan dan ilmu pengetahuan
yang luas, dll. Kesemuanya itu dapat diperankan oleh guru.
Moralitas
Aspek
moralitas merupakan bagian integral yang harus dimiliki oleh guru. Aspek ini
tercakup dalam dua kompetensi guru, yaitu kompetensi sosial dan kepribadian. Guru
yang bermoral tentu memiliki kompetensi kepribadian dan sosial yang tinggi
serta berintegritas. Guru adalah pendidik profesional yang bertugas untuk
mengembangkan kepribadian atau karakter siswa. Penguasaan kompetensi
kepribadian yang memadai dari guru akan sangat membantu upaya pengembangan
karakter siswa. Dengan menampilkan sebagai sosok guru (digugu dan ditiru) yang
bisa dipercaya (digugu) dan ditiru, secara psikologis siswa akan merasa yakin
dengan apa yang sedang dibelajarkan gurunya. Misalkan, ketika guru hendak
membelajarkan tentang kasih sayang kepada siswa, tetapi di sisi lain secara
disadari atau tanpa disadari, gurunya sendiri malah cenderung bersikap tidak
senonoh, mudah marah, dan sering bertindak kasar, maka yang akan melekat pada
siswanya bukanlah sikap kasih sayangnya, melainkan sikap tidak senonohnya
itulah yang lebih berkesan dan tertanam dalam sistem pikiran dan keyakinan
siswanya.
Begitu
pula dalam masyarakat lebih sensitif lagi, apabila ada guru melakukan tindakan
tercela, asusila, atau pelanggaran norma-norma yang berlaku di masyarakat, pada
umumnya masyarakat akan cepat mereaksi. Hal ini tentu dapat berakibat terhadap
merosotnya wibawa guru yang bersangkutan dan kepercayaan masyarakat terhadap
guru tersebut, institusi sekolah tempat guru mengajar. Tindakan amoral yang
dilakukan oknum guru di Bandarlampung mudah-mudahan menjadi pembelajaran bagi
guru atau pendidik lain untuk meningkatkan keempat aspek kompetensi yang harus
dimiliki guru, terutama aspek kepribadian dan sosial yang menyangkut
interaksinya dengan masyarakat umum. Berharap pendidikan di Indonesia semakin
maju. Semoga.
Opini pernah dimuat di Lampung Post, 16 Februari 2013 di rubrik Humaniora
Jika ingin berinteraksi dan menghubungi penulis via twitter: @m_abi_h
No comments:
Post a Comment