Membaca dan menulis itu butuh
konsistensi dan keajegan (kalau kata pak ustadz perlu ke-istiqomah-an). Pertama,
membaca perlu dibiasakan sejak dini. Saya mulai membaca sejak duduk di bangku
TK saat belajar membaca dan menulis. Pada waktu itu, saya suka membaca majalah
Tiko dan Bobo yang saya pinjam dari TK tempat saya belajar. Ternyata, wajah kak
Seto sudah tidak asing bagi saya karena sering muncul di majalah Tiko yang saya
baca itu. Ada beberapa majalah Tiko dan Bobo yang dibelikan oleh orang tua. Maklum,
perekonomian keluarga pada masa awal-awal dulu masih belum begitu stabil.
Untuk mengatasi haus akan buku
bacaan, saya suka datang ke sekolah lebih awal untuk memilih buku bacaan
dan/atau mainan sebelum teman-teman TK mendahuluinya. Masuk SD, saya suka baca
komik Tatang S. yang saya dapatkan dari membeli di tempat “mamang mainan” yang
berjualan di sekolah atau saat ada orang hajatan. Koleksi buku saya waktu itu
banyak lho. Ibu dan bapak saya selalu mendukung dengan kebiasaanku membeli
buku-buku bacaan apa saja waktu itu. Uang saku yang diberikan ke saya waktu itu
banyak yang saya sisihkan untuk membeli buku komik dan buku-buku yang menurut
saya menarik. Kadang, bapak saya selepas mengajar di pondok pesantren Al-Qodiri
Pekalongan membawakan saya buku bacaan tentang keagamaan atau sirah (sejarah) para nabi dan sahabat
nabi dari perpustakaan pondok.
Kebiasaan membaca ini terus saya
tekuni sampai saya kuliah hingga saat ini. Tetapi, hati-hati ya jangan
kebanyakan membaca media sosial apalagi yang belum jelas kebenaran berita yang
dibagikan di media sosial. Hehe
Menulislah, maka kamu akan abadi. Ilustrasi dari EdSurge.com |
Selain membaca, saya juga suka
menulis. Ya menulis apa saja. Dulu, saya suka menulis cerita, menulis pelajaran
(red: mencatat), sampai ada yang memelesetkan singkatan kurikulum CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif) menjadi Catat Buku Sampai Abis. Wkwkwkwk. Menulis bisa dilakukan dimana saja dengan menggunakan media apa saja. Menulis di buku tulis maupun menggunakan laptop.
Kemudian, saya mulai mengenal
blog sekitar tahun 2008. Saya mulai menulis melalui media blog. Ya,
icak-icaknya menjadi blogger abal-abal. Menulis apa saja, hingga blog saya
menjadi bertema gado-gado alias gak jelas dan gak punya niche khusus.
Sampai sekarang pun, saya juga
masih menulis. Masih menulis apa saja. Menulis formal ilmiah untuk tulisan
artikel penelitian pada jurnal ilmiah, menulis laporan proyek, menulis borang
akreditasi dan segala tetek bengek tulisan ilmiah lainnya. Apalagi, kalau ada orang
yang mengutip (mensitasi) artikel jurnal ilmiah yang kita tulis, wah senang
sekali. Rasanya, tulisan ilmiah tersebut dapat memberikan manfaat dan berdampak
bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Saya juga masih menulis hal-hal
remeh temeh yang saya posting di blog. Yang jelas, menulis itu harus terus
diasah setiap hari.
Saya heran dengan mahasiswa saya
yang sedang menulis laporan praktik industri sampai setahun lebih laporan
tersebut tidak selesai juga. Kemampuan menulisnya masih rendah, perlu diasah
dan dibiasakan setiap hari.
Yuk, membaca dan menulis. Membaca untuk membuka jendela wawasan kita, kemudian menulis untuk mengabadikan pemikiran kita yang diinspirasi dari bacaan ataupun dari apa saja yang kita temui dan lalui setiap hari.
Waba’du. Al-Ghazali bilang, “Bila kau bukan anak raja, maka menulislah.” Karena dengan tulisanmu, kamu akan dikenang sepanjang masa. Akan abadi dengan tulisan-tulisan tersebut.
Yuk, membaca dan menulis. Membaca untuk membuka jendela wawasan kita, kemudian menulis untuk mengabadikan pemikiran kita yang diinspirasi dari bacaan ataupun dari apa saja yang kita temui dan lalui setiap hari.
Waba’du. Al-Ghazali bilang, “Bila kau bukan anak raja, maka menulislah.” Karena dengan tulisanmu, kamu akan dikenang sepanjang masa. Akan abadi dengan tulisan-tulisan tersebut.
Kota Serang, 08 Juli 2018
Ditulis disela-sela waktu menggarap
laporan proyek dari perusahaan BUMN. J
No comments:
Post a Comment