Wisata Budaya, menyusuri nagari :) |
Ada yang menarik ketika melihat adat dan budaya daerah, terutama di
Sumatera Barat. Adat yang menjadi salah satu norma hukum yang berlaku di suatu
daerah juga menunjukkan kultur budaya di daerah tersebut. Tentu ini menjadi
salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Berbicara adat tentu tak terlepas dari sistem pemerintahan terkecil
di suatu wilayah tersebut. Misalnya, sistem pemerintahan di keraton D.I.
Yogyakarta, sistem pemerintahan di Nanggroe Aceh Darussalam, di Papua serta di
Sumatera Barat.
Saya sempat berdiskusi dengan Mas Budiman Sudjatmiko (Anggota DPR
RI, Komisi II yang membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah,
aparatur negara dan agraria). Mas Budiman ini tentu tak asing lagi bagi
kalangan aktivis mahasiswa terutama aktivis angkatan ’98. Diskusi di twitter @budimandjatmiko,
mengenai Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Desa (RUU Desa) yang telah
diratifikasi dan disahkan menjadi UU pada Desember 2013 lalu. Saya menyoroti bagaimana
nasib dan posisi Nagari di Minangkabau dan Sumatera Barat khususnya dalam
konteks NKRI menurut UU Desa yang baru disahkan tersebut? Bukankah sistem
nagari di Sumbar berbeda dengan sistem pemerintahan Desa di Jawa? Masyarakat
tentu tidak mau jika harus “dipaksakan” seperti yang terjadi pada Orde Baru di era
pemerintahan Soeharto.
Negara Kesatuan Republik Republik Indonesia (NKRI)
dasarnya adalah unitarisme, satu kesatuan sistem administrasi pemerintahan yang
seragam dari atas sampai ke bawah untuk seluruh Indonesia, Nagari tidak punya
pilihan lain kecuali melebur diri kembali jadi desa seperti di Jawa, sesuai UU
Desa yang baru itu. Maka cerita pun berulang seperti masa Orde Baru (Era
Soeharto) ketika Nagari dan semua sistem lokal yang beragam di Nusantara
diwajibkan mengikuti cara di desa di Jawa.
Ada opsi lain yang dapat diterapkan di Sumbar yaitu kalau rakyat
dan masyarakat serta unsur pemerintahan yang berfungsi di Sumatera Barat (Sumbar)
mau menerapkan peluang yang diberikan oleh pasal 18 B ayat (2) dari UUD 1945,
seperti yang sekarang diikuti di Aceh dan Papua selain Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sesuai dengan bunyi Pasal 18 B Ayat (2) UUD 1945, ”Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hal
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang diatur dengan
undang-undang.”
Daerah
Istimewa
Kelihatannya yang akan dipilih oleh rakyat Sumbar adalah mengajukan
penerapan pasal 18 B ayat (2) dari UUD1945 itu, dengan tetap menjadikan Nagari
sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan terendah di bawah
kabupaten dan kecamatan yang sekaligus berfungsi sebagai kesatuan masyarakat
hukum adat. Karena ini berlaku untuk seluruh wilayah administratif Provinsi
Sumbar, maka yang dituntut adalah daerah istimewa Sumbar ataupun Minangkabau
seperti yang juga berlaku di DI Aceh Darussalam, Papua, dan DIY.
Dengan Nagari tetap dipertahankan sebagai unit kesatuan
administratif pemerintahan terendah setingkat desa di Jawa di bawah naungan
daerah istimewa Provinsi Sumbar, maka Nagari di Sumbar memiliki empat fungsi
utama dalam konteks perundang-undangan desa yang baru.
Pertama,
Nagari sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan terendah setingkat desa
seperti di Jawa.
Kedua,
Nagari sebagai unit kesatuan keamanan dan pengamanan di bawah komando wali
nagari dengan dubalangnya dalam menggerakkan pemuda berfungsi
sebagai parik-paga Nagari. Kesatuan polisi di kecamatan baru turun ke
Nagari jika tenaga mereka memang diperlukan dan diminta.
Ketiga,
Nagari sebagai unit kesatuan usaha ekonomi kerakyatan yang sifatnya kolektif-
korporatif, dengan prinsip koperasi syariah.
Dengan
Nagari memiliki tanah ulayat Nagari, di samping hak-hak ulayat lainnya, seperti
perkampungan, perhutanan, perkebunan, air, sungai, dan pantai, maka hak
guna usaha yang selama ini diberikan kepada unit usaha ekonomi swasta yang
dalam praktik diborong habis oleh perusahaan swasta konglomerat yang dalam
praktik juga menguasai ekonomi Nusantara dari hulu sampai ke muara, di darat,
laut, dan udara, perlu direkonstruksi kembali.
Dengan kembalinya tanah-tanah ulayat Nagari ke tangan rakyat, usaha
bersama yang bersifat saling menguntungkan (joint-mutually profitable
enterprise), seperti yang biasa berlaku di RRC, Jepang, dan Korea,
belakangan juga di Vietnam, Thailand, dan Malaysia, bisa dikembangkan.
Sementara
itu usaha ekonomi kerakyatan yang sifatnya kolektif-korporatif atas dasar
koperasi syariah perlu digalakkan. Intinya adalah ekonomi dibangun untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Keempat,
Nagari sebagai unit kesatuan adat, sosial-budaya, dan agama. Dasar filosofi
yang dipakai dan mendasari adalah prinsip ajaran ”ABS-SBK”—Adat Bersendi
Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah.
Minangkabau adalah Negeri Beradat dan Beragama. Adatnya adalah adat
matrilineal Minangkabau yang dasarnya adalah egaliter-demokratis. Agamanya
adalah Islam dengan kitabnya adalah Al Quran Kitabullah.
Prinsip Ketuhanan
Dengan itu masyarakat dan kebudayaan Minangkabau menerapkan prinsip
sila pertama Pancasila: ”Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam artian konkret,
konsekuen, dan fundamental. Agama apa pun yang tidak berdasarkan kepada
Ketuhanan YME tidak diterima sebagai pegangan hidup.
Sikap terhadap agama dan penganut agama lain adalah sama dengan
sikap yang diperlihatkan oleh Islam kepada agama dan penganut agama lain itu. Keistimewaan
Sumbar sebagai daerah istimewa adalah karena penerapan konsep Islam dalam arti
yang konsekuen dan konsisten, baik secara konseptual-teoretis maupun
praktikal-empiris.
Masalah-masalah terkait, seperti adanya kelompok etnik minoritas
yang non-Minangkabau yang juga menempati wilayah DI Sumbar, seperti suku Mentawai,
transmigran Jawa, dan etnis Tionghoa (China), tentunya bisa dicarikan solusi
dengan Sumbar menjadi Daerah Istimewa itu.
Bukankah hal yang senada di mana-mana, seperti di Aceh, Papua, dan
DIY, itu juga bersua. Dengan gerakan kembali ke Nagari, rakyat dan masyarakat
diharapkan juga terselamatkan. Sehingga, sistem kenagarian di Sumbar dapat
tetap dipertahankan dan sejalan dengan UU Desa yang baru disahkan oleh DPR.
Menyusuri nagari @Istana Basa Pagaruyung |
No comments:
Post a Comment